RESUM NOVEL SIDDARTHA

RESUM ISI, TOKOH DAN MAKNA TEMPAT DALAM NOVEL SIDDARTHA SERTA INTERPRETASI DARI SEGI PSIKOLOG ZAMAN WEIMAR
OLEH INOSENSIA IRYANI
1.       INHALT
Siddartha adalah seorang pemuda tampan yang digambarkan dengan kaki semampai, dahi bersinar, dan pinggul yang ramping. Siddartha adalah putra seorang Brahmana. Dia tumbuh dengan cepat dan dikagumi oleh semua orang. Dia tumbuh dengan sifat bijaksana dan haus akan pengetahuan. Dia adalah pangeran diantara para Brahmana. Dipayungi keteduhan rumah dan diantara bayangan pohon ara, dia tumbuh bersama sahabatnya, Govinda. Dari semua orang yang mencintainya, cinta Govinda adalah yang paling besar dan tulus. Govinda selalu menyukai apa yang dilakukan dan dikatakan Siddartha, tetapi ada hal lain yang membuatnya lebih kagum. Itu adalah semangat, pikiran-pikiran Siddartha yang berapi-api dan istimewa, hasratnya yang penuh gelora, dan dorongan batinnya yang tinggi.
Namun dicintai dan dikagumi oleh semua orang membuatnya tidak nyaman dengan dirinya. Siddartha tidak menyukai dirinya sendiri dan mulai timbul rasa ketidakpuasan di dalam hatinya. Dia mulai merasa bahwa cinta semua orang tidak akan memberikan kebahagiaan untuk selamanya, tidak akan memeliharanya, memberinya makan dan memuaskannya. Perasaannya ini membuatnya mulai mencari, adakah jalan lain untuk mencapai kebahagiaan yang sesungguhnya, seperti yang ia harapkan. Dia melakukan banyak hal, namun tidak ada yang ia temukan. Tidak ada yang tahu jalan menuju ke tempat yang dimaksudnya, bukan ayahnya, dan bukan para guru dan orang bijak.
Hingga pada suatu hari ia mengambill jalannya sendiri bersama Govinda. Dia pun memohon izin dari ayahnya untuk menjadi seorang Samana, yang akan melepas gelar Brahmana, hidup berkelana dan menjadi seorang pertapa. Pada awalnya, sang ayah tidak memberinya izin untuk mengambil jalan ini, namun dengan tekad yang kuat, Siddartha berhasil meluluhkan hati ayahnya yang sekeras batu.
Singkat kata, Siddartha dan Govinda kini telah menjadi Samana. Siddartha mulai berlatih menyangkal diri, berlatih meditasi, sesuai dengan aturan Samana yang baru. Dia belajar banyak ketika bersama para Samana, belajar banyak jalan untuk ditapaki yang menuntun pergi dari diri sendiri. Dia menyusuri pengingkaran diri dengan cara merasakan sakit melalui penderitaan sukarela, dan mengatasi rasa sakit, lapar, haus dan letih. Namun menjadi seorang Samana, tidak membuatnya bahagia.
Hingga pada suatu ketika, setelah mereka tinggal bersama para Samana sekitar tiga tahun, terdengar kabar, desas-desus yang sampai ke telinga mereka, dan membuat harapannya menjadi keraguan. Kabarnya adalah bahwa ada seorang laki-laki, bernama Gautama, yang mulia, sang Buddha, yang telah mengalahkan penderitaan dunia dalam dirinya dan menghentikan siklus kelahiran kembali. Katanya ia mengembara ke seluruh negeri sambil mengajar, dikelilingi murid-murid, tanpa harta benda, tanpa rumah, tanpa istri, memakai jubah kuning pertapa, dengan sikap gembira dan ia adalah manusia yang bahagia.
Kabar ini kemudian membuat hasrat Siddartha dan Govinda mengebu-gebu, ingin mendengarkan ajaran-ajaran Gautama. Merekapun memberitahu kepada Samana lainnya dan memohon diri untuk meninggalkan mereka. Keduanya, Siddartha dan Govinda kemudian bergegas menuju ke Jetavana, tempat dimana dia yang dimuliakan, sang Gautama berada. Mereka tiba di sana pada malam hari dan langsung bergabung bersama orang-orang yang memohon perlindungan dalam naungan sang Gautama. Pada pagi harinya, dengan penuh perhatian, Govinda memandang biksu berjubah kuning yang tidak terlihat berbeda sama sekali dengan ratusan biksu lain. Dan sejenak, hingga akhirnya ia menyadari: inilah dia, sang Gautama. Lalu keduanya mulai membuntuti dan memperhatikannya. Sang Gautama melangkah dengan sopan dan penuh konsentrasi, dengan wajah teduh, ia tampak tersenyum tenang dalam batin.
Singkat kata, Siddartha mengagumi dan menghormatinya sedemikian besar dan mulai mendengarkan ajaran-ajarannya. Gautama mengajar tentang penderitaan, asal-usul penderitaan, dan tentang cara membebaskan diri dari penderitaan. Ketika malam datang, menjelang sang Buddha mengakhiri ajarannya, banyak musafir maju ke depan dan meminta agar diterima sebagai muridnya,mencari perlindungan dari ajarannya. Hal yang sama dilakukan oleh Govinda. Namun tidak demikian dengan Siddartha. Dia sekalipun tidak berniat untuk maju. Govinda yang pada awalnya tidak dapat menerima, bahwa Siddartha akan meninggalkannya, akhirnya mengalah dengan keputusan Siddartha untuk pergi dari tempat itu. 
Rupanya, ajaran-ajaran sang Gautama belum memuaskan hasrat keingintahuannya yang begitu besar. Siddartha kemudian meninggalkan Jetav ana, meninggalkan sang Gautama dan tentu saja sahabatnya, Govinda yang memilih untuk menjadi murid Buddha. Siddartha berjalan menyusuri lorong-lorong kecil sambil merenung, berjalan perlahan-lahan, kadang cepat dan kadang berhenti, lalu berjalan dengan cepatnya lagi, hingga menyadari seolah-olah ia baru melihat dunia untuk pertama kalinya. Siddartha menyerap hal baru pada setiap langkahnya. Kini dia memulai kembali perjalanan panjangnya untuk mencari kebahagiaan yang dapat memuaskan hatinya.
Siddartha lalu bertemu dengan Kamala, seorang pramuria, yang kemudian mengenalkannya dengan Kamaswami. Dengan bantuan Kamaswami, Siddartha belajar berdagang dan menjadi pebisnis yang sukses. Siddartha meminta Kamala untuk menjadi teman dan guru dalam seni cinta. Tahun-tahun berlalu, dikelilingi kehidupan nyaman, Siddartha hampir tak merasa masa itu memudar dan lenyap. Ia sudah kaya dan orang-orang menyukainya. Namun, setiap mereka yang datang padanya hanya menginginkan uang dan nasehat gratis. Tak ada yang lebih dekat kepadanya selain Kamala. Baginya, Kamala memahaminya lebih dari Govinda. Kamala lebih mirip seperti dirinya. Dan dari perkenalannya dengan Kamala, hadirlah seorang putra, yang dikisahkan sangat membangkang terhadap ayahnya dan terpesona dengan kemewahan dunia.
Perjalanan Siddartha tidak berhenti sampai di situ. Saat ia mulai hidup dalam kemewahan dan bergelimang harta, datanglah sebuah mimpi buruk. Mimpi yang memperingatkannya pada usia tua dan kematian. Siddartha sadar, lalu meninggalkan semuanya. Dia kembali melanjutkan hidupnya sebagai seorang pengembara, pencari kebahagiaan sejati. Dia juga kembali bertemu dengan Govinda dalam situasi yang telah berubah. Govinda telah menjadi seorang biksu.
Setelah berpisah dengan Govinda, Siddartha mulai merenung dan menyadari satu hal, hidupnya menakjubkan sekali. Banyak jalan yang sudah dia lalui. Dia telah meninggalkan rumah untuk belajar bersama para samana, dia juga harus meninggalkan sang Buddha dan pengetahuan yang agung untuk belajar seni mencintai dari Kamala, belajar berdagang bersama Kamaswami, menghimpun uang, menghamburkan uang, belajar mencintai perut, dan belajar menyenangkan indra-indranya. Dan Siddartha memahami mengapa ia melawan dirinya.
2.       TOKOH
Tokoh-tokoh dalam Novel ini adalah Siddartha, sebagai seseorang yang tampan dengan rasa ingin tahu yang besar. Adapula Ayah Siddartha, yang digambarkan sebagi seorang Brahmana dengan karakter tegas dan dihormati oleh semua orang  dan sangat menghormati para dewa dengan cara menyucikan diri dan memberikan persembahan setiap hari. Ibu Siddartha digambarkan sebagai sosok lembut dan penuh kebahagiaan melihat putranya tumbuh dewasa dan menjadi seorang yang tampan.
Tokoh lain yang juga digambarkan di dalam Novel ini adalah Govinda, sosok seorang sahabat sejati dalam suka dan duka. Lalu ada para Samana yang mengajarkannya cara bertapa dan mengingkar terhadap indra-indra. Ada juga Gautama yaitu sang Buddha, yang dimuliakan karena ajaran-ajarannya. Di dalam perjalanan, Siddartha bertemu dengan Vasudewa si tukang tambang yang kebaikan dan ketulusannya mengingatkan dirinya pada Govinda.
Kemudian Kamala, sang guru seni dalam cinta yang memberikannya seorang putra. Tidak lupa juga Kamaswami, orang yang telah mengajarkannya berdagang hingga ia menjadi kaya dan sukses. Dan ada putranya yang mengingatkannya pada masa lalu yang telah membangkang dari orang tuanya.
3.       TEMPAT
Tempat-tempat di dalam Novel ini adalah rumahnya sendiri yang digambarkan begitu teduh dengan bayangan pohon ara dan naungan hutan kayu Sal. Dalam hal ini rumah adalah Siddartha sendiri. Dia tumbuh besar dan mempunyai keingintahuan yang begitu besar dalam dirinya. Hutan adalah destinasi Siddartha selanjutnya setelah semua perdebatan di dalam hati yang dialaminya. Hutan adalah jalan kehidupan yang dilaluinya, di mana di dalam hutan terdapat banyak  tantangan dan rintangan yang harus dihadapi. Namun di satu sisi dia belajar banyak hal. Setelah menjadi seorang Samana, bersama sahabatnya Govinda serta Samana lainnya, Siddartha mengunjungi desa untuk meminta makanan agar dapat bertahan hidup.
Setelah desas-desus tentang Buddha mulai menyebar, suatu hari Govinda bertemu dengan putra seorang Brahmana yang berasal dari Magadha, yang mengatakan telah melihat Buddha dengan mata kepalanya sendiri. Ada pula kota Savathi, dimana setiap anak di kota itu mengenal sang Gautama, dia yang dimuliakan.  Setelah memutuskan untuk meninggalkan para Samana, Siddartha dan Govinda mulai mencari tempat dimana Buddha berada. Hutan kecil Jetavana, di kebun Anathapindika adalah tempat pengembaraan mereka selanjutnya, di sanalah tempat dia yang dimuliakan, sang Gautama berada. Di bawah sebuah pohon Bodhi, konon di sanalah sang gautama menerima pencerahan.
Siddarthta meninggalkan Govinda dan ajaran mulia sang Buddha dan berjalan menyusuri lorong-loring kecil, persawahan dan telaga. Setelah lama berjalan ia memutuskan untuk beristirahat di bawah sebuh pohon di tengah hutan. Malam harinya ketika tidur, ia tidur dalam pondok jerami di dekat sungai. Sungai adalah lambang kebahagiaan bagi semua orang. Di dalam hutan bambu, tepatnya di tebing sungai, Siddartha bertemu dengan seorang wanita dengan wajah penuh hasrat dan bergairah.
4.       INTERPRETASI ISI NOVEL DARI SEGI PSIKOLOG ZAMAN WEIMAR
Jika kita berbicara tentang zaman Weimar maka hal tersebut tidak terlepas dari zaman klasik, yang diawali dengan revolusi Perancis dan berdampak terhadap kehidupan masyarakat Jerman. Revolusi Perancis ini kemudian menumbuhkan semangat masyarakat Jerman melawan pemerintahan hingga pada tahun 1918 terjadilah revolusi Jerman. Pada tahun1919 Majelis Nasional bersidang di Weimar dan merancang konstitusi baru bagi Reich Jerman yaitu Republik Parlementer. Namun Repulik Parlementer Weimar ini tidak dapat bertahan di tengah inflasi yang tinggi hingga akhirnya jatuh pada tahun 1933 setelah partai Nazi yang dipimpin oleh Adolf Hitler menjadi partai terkuat di Jerman.
Herman Hesse mungkin saja ingin menggambarkan keadaan di Jerman pada saat itu yang kacau melalui novel karyanya ini. Tokoh Siddartha adalah gambaran tentang masyarakat Jerman saat itu. Seperti halnya Siddartha yang bingung dan ingin tahu tentang kebahagiaan yang sejati, rakyat Jerman di zaman Weimar dibuat bingung ditengah-tengah pemerintahan yang dipimpin oleh Phillip Scheidemann tersebut. Mereka bingung tentang pemerintahan yang tidak membuat kehidupan mereka menjadi lebih baik karena terjadi inflasi yang sangat tinggi dan krisis ekonomi yang melanda dunia akibat perang. Pemerintahan saat itu tidak dapat membawa mereka keluar dari keadaan ini sehingga setelah terjadi Revolusi Perancis, semangat masyarakat Jerman semakin besar untuk melawan pemerintahan. Mereka pun mulai menyerang pemerintah, dan meski pada awalnya mereka terus gagal namun pada akhirnya mereka dapat menaklukkan pemerintahan Phillip Scheidemann tersebut dengan terjadinya revolusi Jerman pada tahun 1918. Tantangan dan rintangan tidak menghalangi mereka untuk terus maju dan mewujudkan Jerman yang bersatu dan berada di atas segala-galanya. Sekian.

DAFTAR RUJUKAN
Hesse, Hermann. 2014. Siddartha. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Syafruddin, Dudy. 2011. Sejarah Kesusastraan Jerman. Malang: Pustaka Kaiswaran.

Hoeres, Peter. 2008. Die Kultur von Weimar-Durchbruch der Moderne_be.bra: Berba Verlag.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Adjektive Deklination

Teknik Penerjemahan

Laporan PKL di Dinas Pariwisata